Senin, 07 Maret 2011

Agar Ibadah Terasa Indah

Posted by Akbar On 18.52 No comments


Menyenangkan dan menenangkan. Begitulah seharusnya kala kita beribadah. Akan tetapi kenapa kita justru merasakan hal sebaliknya – enggan dan terbebani?
Sholat hanya tinggal gerak badan tanpa getaran hati, Masjid berubah dari tempat beribadah menjadi saluran pengerahan massa (dan dana). Ibadah haji dan umroh menjadi salah satu di antara sejumlah wisata. Baitullah hanya tampak sebagai seonggok batu dari zaman purba, seperti Tembok Cina dan Menara Pisa. Zakat dikeluarkan sama beratnya dengan pajak. Dan puasa menjadi rangkaian upacara kesalehan yang lewat begitu saja setelah usai bulan Ramadhan. Mengapa demikian?
Sebab, kita belum bisa menikmati ibadah kita; belum menyentuh “jiwa” ibadah itu sendiri – bahkan, kalo’ mo jujur, kita belum mengerti arti pengabdian atau penghambaan (=arti sebenarnya kata “Ibadah”) sejati. Ingatlah masa kanak-kanak. Begitu asyik bermain, kita acap kali ogah-ogahan kala ibu memanggil kita untuk makan. Dengan penuh kasih, berkali-kali ibu merayu agar kita mau makan sambil menjanjikan hadiah. Tak jarang beliau memaksa kita meminum susu sembari menakut-nakuti. Bagaimana setelah kita dewasa? Setelah kita mengerti gizi dan nikmatnya kesehatan? Ya, begitu pulalah dengan ibadah kita.
Ali bin Abi Thalib pernah menuturkan tiga tipe orang menyembah  Tuhan. Pertama, orang beribadah karena mengharapkan balasan. Ibadahnya merupakan investasi masa depan. Orientasinya untung rugi. Semakin banyak ia menjalankan ritual-ritual keagamaan, semakin banyak pula imbalan dari tuhan yang akan diterimanya. Imam Ali menyebutnya ibadah para pedagang, pebisnis.
Kedua, orang menyembah Tuhan karena takut pada siksa-Nya. Ibadah mereka sama seperti pengabdian seorang budak kepada tuannya. Ia melakukan segala tugas yang dibebankan karena khawatir mendapat murka dari sang majikan bila ia melanggarnya. Ia membayangkan Tuhan ibarat Sang Pemurka yang siap menghukum hamba-Nya yang mengabaaikaan Perintahnya. Orang seperti ini biasaanya menjalankan ibadah hanya untuk menggugurkan kewajiban.
Ketiga, orang beribadah karena ia sadar memang seharusnya beribadah. Tipe ini merupakan ibadah orang yang merdeka. Ibadah yang dihiasi cinta dan ketulusan. Dari mana cinta yang tulus itu datang? Dari rasa syukur. Dari rasa terimakasih yang mendalam. Ibadah betul-betul menjadi bentuk syukur seorang hamba kepada Sang Pemberi Kehidupan.
Seharusnya kita menyadari bahwa ibadah tidak menjadi sekedar kewajiban atau karena takut terhadap siksa akhiraat, melainkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemuliaan jiwa, ketentraman batin, kesuksesan hidup, dan kebahagiaan manusia sebagai hamba Allah. Kita akan menyadari betapa semua bentuk ibadah adalah hadiah dan anugrah Allah bagi hamba-Nya yang beriman.
Setiap ibadah menjadi ekspresi cinta dan kerinduan spiritual sang hamba pada Penciptanya. Hanya dengan cintalah ibadah menjadi mudah, kepatuhan menjadi kerinduan, ketaatan menjadi dambaan.

0 Coment:

Posting Komentar

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Akbar de Nayaka. Diberdayakan oleh Blogger.