“Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya, Indonesia sejak dulu kala, slalu di puja-puja bangsa…
Sepenggal lirik lagu Indonesia Pusaka karya
Ismail Marzuki tersebut selalu dinyanyikan di sekolah-sekolah saat
zaman orde baru, termasuk pada saat saya masih SD. Sampai sekarang pun
saya terkadang tergetar setiap kali mendengarkan lagu itu dinyanyikan.
Nyanyian tersebut selalu menggelorakan semangat kecintaan kita pada
tanah air Indonesia. Entah kenapa, rasa kecintaan pada tanah air sudah
terkikis sangat parah pada diri masyarakat kita saat ini, termasuk
pemerintah dan para anggota dewan yang terhormat.
Padahal sebenarnya, negeri ini teramat sangat kaya raya, dan
berpotensi menjadi negara makmur. Komponen utama negara makmur adalah
rakyatnya berkecukupan atas pangan, sandang dan papan.
Nyatanya… Indonesia yang belum dapat memenuhi sendiri produksi
kebutuhan pangan, bila tidak mau disebut miskin harta, mungkin Indonesia
masih miskin intelektual dan moral.
Contoh ketidak mampuan Indonesia dan rakyatnya dalam memproduksi
kebutuhan dasar adalah dengan masih diimpor-nya 53% garam, 60% kedelai,
30% daging dan 70% susu. Dan yang lebih ironis lagi, dengan konsumsi
beras per kapita sebesar 140kg per tahun, Indonesia masih mengimpor
beras. Sangat jauh apabila dibandingkan dengan India yang harus memberikan
makan pada 1,21 miliar rakyatnya, tetapi mereka masih sanggup untuk
mengekspor beras sejumlah 4,5 juta ton pada tahun lalu.
Indonesia, sebenarnya sangat kaya akan komoditas teh, karet, kelapa, padi, kopi, tembakau, tebu dan tanaman palawija. Bagaimana dengan kekayaan alam pertambangan? Merujuk pada data US
Geological Survei pada 2006, cadangan tembaga Indonesia sebesar 38.000
metrik ton (terbesar ke-8 dunia), nikel 13 juta metrik ton (terbesar
ke-4 dunia), emas (terbesar ke-8 dunia), dan timah (terbesar ke-6 dunia)
. Freeport, milik Freeport McMoran Copper & Gold Inc AS, merupakan
pemain tambang tembaga dan emas terbesar di Indonesia yang mampu
memproduksi tembaga ke-2 terbesar di dunia dan emas ke-6 terbesar di
dunia. Adapun untuk nikel, dengan PT Inco sebagai perusahaan nikel terbesar di Indonesia (58,7% milik Vale Canada Ltd dan 20.1% milik Sumitomo Metal Mining Co Ltd (Jepang), posisi Indonesia merupakan produsen peringkat ke-4 dunia. Adapun kekayaan tambang Indonesia yang terkait dengan energi,
Indonesia menduduki peringkat pertama pada kekayaan sumber energi panas
bumi, dengan memiliki kemampuan membangkit sebesar 27.000 MW, atau
setara dengan mengkonsumsi 12,15 miliar minyak.
Namun, saat ini baru terdapat tujuh PLTP dengan kapasitas terpasang
1.189 MW yang sudah beroperasi. Dengan semakin sedikitnya produksi
minyak nasional (Indonesia berada di peringkat 28 dunia, dibawah
Vietnam), maka peran batu bara sebagai sumber energi nasional meningkat
pamornya. Untuk batu bara, proven reserve Indonesia berada di
peringkat 15 dunia, dan berada di peringkat 8 untuk jumlah produksi bagi
kebutuhan lokal & ekspor. Akan halnya gas alam yang saat ini tengah
didorong oleh pemerintah untuk mensubstitusi ketergantungan pada
minyak, proven reserve yang ada di Indonesia menduduki peringkat ke 15
dunia.
Melihat keroposnya kondisi fondasi kemakmuran Indonesia, semua orang
berlomba-lomba melimpahkan kesalahan pada administrasi pimpinan (sejak
VOC sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono). Mungkin saat ini, pidato
Presiden John F. Kennedy dari USA bisa diingatkan kembali:
“…..ask
not what your country can do for you – ask what you can do for your
country. My fellow citizens of the world: ask not what America will do
for you, but what together we can do for the freedom of man.”
Kebanyakan masyarakat menilai Indonesia ini terbang sendiri dengan
‘auto pilot’. Namun seluruh ekonom diluar pro-pemerintah, sepakat bahwa
administrasi Pemerintahan SBY tidak sensitif dalam memperbaiki
kesenjangan kaya-miskin, dan program pemerintah hanya menitik beratkan
pada program ‘pencitraan’.
Ketika abad 16, kapitalis negara di Belanda berkolaborasi dengan
kapitalis pedagang (melalui VOC) menjalankan ekonomi menggunakan
kekuatan senjata, saat ini kapitalis korporasi menjalankan ekonomi
menggunakan kekuatan modal (dengan dukungan ‘fiat money’).
Indonesia memang kaya, tapi kenapa kemakmuran tak juga menyapa kita?
Bila merujuk pada pasal 33 UUD 1945 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam
yang ada di dalamnya adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
maka bisakah disebutkan bahwa pemerintah sudah mengkhianati amanat UUD
1945? Wallahu a’lam.
(sumber : Tulisan Khas Arif Pitoyo, 2012)
0 Coment:
Posting Komentar