DEFINISI Ekologi Manusia, menurut
Amos H Hawley (1950:67) dikatakan, “Human ecology may be defined,
therefore, in terms that have already been used, as the study of the
form and the development of the community in human population.” (Ekologi
manusia, dengan demikian bisa diartikan, dalam istilah yang biasa
digunakan, sebagai studi yang mempelajari bentuk dan perkembangan
komunitas dalam sebuah populasi manusia).
Frederick Steiner (2002:3) mengatakan, “This new
human ecology emphasizes complexity over-reductionism, focuses on
changes over stable states, and expands ecological concepts beyond the
study of plants and animals to include people. This view differs from
the environmental determinism of the early twentieth century.” (Ekologi
Manusia Baru menekankan pada over-reduksionisme yang cukup rumit,
memfokuskan pada perubahan negara yang stabil, dan memperluas konsep
ekologi melebihi studi tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan menuju
keterlibatan manusia. Pandangan ini berbeda dari determinisme lingkungan
pada awal-awal abad ke-20). Menurut Gerald L Young (1994:339)
dikatakan, “Human ecology, then, is “an attempt to understand the inter-relationships between the human species and its environment”
(Dengan demikian ekologi manusia, adalah suatu pandangan yang mencoba
memahami keterkaitan antara spesies manusia dan lingkungannya).
Persamaan dari ketiga definisi yang dikemukakan di
atas adalah bahwa pengertian “Ekologi Manusia” merujuk pada suatu ilmu
(oikos = rumah/tempat tinggal ; logos = ilmu) dan mempelajari interaksi
lingkungan dengan manusia sebagai perluasan dari konsep ekologi pada
umumnya.
Perbedaaan dari ketiga definisi tersebut adalah pada
titik tekan (emphasizes) para pakar dalam mendefinisikan “Ekologi
Manusia”, yang masing-masing sebagai berikut. Hawley menekankan pada
studi tentang bentuk dan perkembangan komunitas dalam sebuah populasi
manusia (masyarakat) –dalam kaitannya dengan lingkungan. Steiner
menekankan pada era baru ilmu “Ekologi Manusia” yang memperluas dari
ekologi yang hanya mempelajari lingkungan tumbuhan dan hewan menuju
keterlibatan manusia secara kompleks). Young menekankan pada keterkaitan
(interaksi) antara manusia dan lingkungannya saja.
Ruang lingkup Ekologi Manusia menurut Hawley (1950):
“Human Ecology, like plant and animal ecology, represents a special
application of the general viewpoint to a particular class of living
things. It involves both a recognition of the fundamental unity of
animate nature and an awareness that there is differentiation within
that unity. Man, as we have seen, not only occupies a niche in nature’s
web of life, he also develops among his fellows an elaborate community
of relations comparable in many important respects to the more inclusive
biotic community.” Jadi ruang lingkup Ekologi Manusia menurut Hawley
adalah sebagaimana pernyataannya, “Ekologi Manusia, sebagaimana ekologi
tumbuh-tumbuhan dan manusia, merepresentasikan penerapan khusus dari
pandangan umum pada sebuah kelas khusus dalam sebuah kehidupan. Ini
meliputi dua kesadaran kesatuan mendasar dari lingkungan hidup dan
kesadaran bahwa ada perbedaan dalam kesatuan tersebut. Manusia,
sebagaimana kita tahu, tidak hanya bekerja dalam sebuah tempat jaringan
kehidupan, melainkan dia juga mengembangkan di antara anggota-anggotanya
sebuah pengalaman hubungan lingkungan yang sebanding dalam
tanggungjawab pentingnya atas lingkungan hidup yang lebih terbuka.”
Steiner (2002) menyatakan bahwa ruang lingkup ekologi
manusia adalah meliputi: (1) Set of connected stuff (sekelompok hal
yang saling terkait); (2) Integrative traits (ciri-ciri yang
integratif); (3) Scaffolding of place and change (Perancah tempat dan
perubahan).
Kesadaran Individu dalam Masyarakat
Kesadaran individu dalam masyarakat mengenai lingkungan hidup dan kelestariannya merupakan hal yang amat penting dewasa ini di mana pencemaran dan perusakan lingkungan merupakan hal yang sulit dihindari. Kesadaran masyarakat yang terwujud dalam berbagai aktifitas lingkungan maupun aktifitas kontrol lainnya adalah hal yang sangat diperlukan untuk mendukung apa yang dilakukan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan penyelamatan lingkungannya.
Kesadaran individu dalam masyarakat mengenai lingkungan hidup dan kelestariannya merupakan hal yang amat penting dewasa ini di mana pencemaran dan perusakan lingkungan merupakan hal yang sulit dihindari. Kesadaran masyarakat yang terwujud dalam berbagai aktifitas lingkungan maupun aktifitas kontrol lainnya adalah hal yang sangat diperlukan untuk mendukung apa yang dilakukan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan penyelamatan lingkungannya.
Kesadaran terhadap lingkungan tidak hanya bagaimana
menciptakan suatu yang indah atau bersih saja, akan tetapi ini sudah
masuk pada kewajiban manusia untuk menghormati hak-hak orang lain. Hak
orang lain tersebut adalah untuk menikmati dan merasakan keseimbangan
alam secara murni. Sehingga kegiatan-kegiatan yang sifatnya hanya
merusak saja, sebaiknya dihindari dalam perspektif ini. Oleh karena itu,
tindakan suatu kelompok yang hanya ingin menggapai keuntungan pribadi
saja sebaiknya juga harus meletakkan rasa toleransi ini.
Dengan begitu kita bisa mengatakan bahwa kesadaran
masyarakat akan lingkungannya adalah suatu bentuk dari toleransi ini.
Toleransi atau sikap tenggang rasa adalah bagian dari konsekuensi logis
dari kita hidup bersama sebagai makhluk sosial. Melanggar konsekuensi
ini juga berarti melanggar etika berkehidupan bersama. Seperti dikatakan
Plato bahwa manusia adalah makhluk sosial yang perlu menghargai satu
dan lainnya. Demikian juga halnya dengan perspektif lingkungan, hal yang
sama juga berlaku di sini.
Kondisi senyatanya dari masyarakat kita mengenai kesadaran lingkungan hidup ini nampaknya masih tercermin seperti apa yang dikatakan P. Joko Subagyo seperti berikut ini, bahwa ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan:
Kondisi senyatanya dari masyarakat kita mengenai kesadaran lingkungan hidup ini nampaknya masih tercermin seperti apa yang dikatakan P. Joko Subagyo seperti berikut ini, bahwa ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan:
1. Rasa tepo seliro yang cukup tinggi, dan tidak terlalu ingin mengganggu.
2. Tidak memikirkan akibat yang akan terjadi, sepanjang kehidupan saat ini masih berjalan dengan normal.
3. Kesadaran melapor (jika ada hal-hal yang tidak berkenan dan dianggap sebagai melawan hukum lingkungan) nampaknya masih kurang. Hal ini dirasakan akan mengakibatkan masalah lingkungan semakin panjang.
4. Tanggungjawab mengenai kelestarian alam masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan kembali.
Untuk membahas hal ini, maka dalam bab ini kita akan membahas pada salah satu jenis perusakan lingkungan, yakni pencemaran lingkungan –baik udara maupun air– dan sekaligus membahas mengenai cara menanggulanginya, sebagai bentuk usaha kuratif maupun preventif.
2. Tidak memikirkan akibat yang akan terjadi, sepanjang kehidupan saat ini masih berjalan dengan normal.
3. Kesadaran melapor (jika ada hal-hal yang tidak berkenan dan dianggap sebagai melawan hukum lingkungan) nampaknya masih kurang. Hal ini dirasakan akan mengakibatkan masalah lingkungan semakin panjang.
4. Tanggungjawab mengenai kelestarian alam masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan kembali.
Untuk membahas hal ini, maka dalam bab ini kita akan membahas pada salah satu jenis perusakan lingkungan, yakni pencemaran lingkungan –baik udara maupun air– dan sekaligus membahas mengenai cara menanggulanginya, sebagai bentuk usaha kuratif maupun preventif.
Pencemaran Lingkungan
Umumnya ahli lingkungan membagi kriteria lingkungan hidup dalam tiga (3) golongan besar, yakni:
1. Lingkungan Fisik: segala sesuatu di sekitar kita sebagai benda mati.
2. Lingkungan biologis: segala sesuatu di sekitar kita sebagai benda hidup.
3. Lingkungan sosial, adalah manusia yang hidup secara bermasyarakat.
Umumnya ahli lingkungan membagi kriteria lingkungan hidup dalam tiga (3) golongan besar, yakni:
1. Lingkungan Fisik: segala sesuatu di sekitar kita sebagai benda mati.
2. Lingkungan biologis: segala sesuatu di sekitar kita sebagai benda hidup.
3. Lingkungan sosial, adalah manusia yang hidup secara bermasyarakat.
Keberadaan lingkungan tersebut pada hakekatnya mesti
dijaga dari kerusakan yang parah. Suatu kehidupan lingkungan akan sangat
tergantung pada ekosistemnya. Oleh karena itu, masyarakat secara
terus-menerus harus didorong untuk mencintai, memelihara dan
bertanggungjawab terhadap kerusakan lingkungan. Sebab untuk menjaga
semuanya itu tidak ada lagi yang bisa dimintai pertanggungjawaban
kecuali manusia sebagai pemakai / pengguna itu sendiri. Kerusakan suatu
lingkungan akan berakibat pada manusia itu sendiri, dan demikian pula
sebaliknya. Lingkungan merupakan unsur penentu dari kehidupan
mendatang. Lingkungan alam merupakan prasyarat pokok mengapa dan
bagaimana pembangunan itu diselenggarakan. Bagi program pembangunan itu
sendiri, apabila pelaksanaannya sesuai dengan program yang telah
dijalankan, maka orientasi untuk menjaga lingkungan semesta pun akan
bisa dilakukan. Sebaliknya, jika pembangunan dilakukan hanya digunakan
untuk mencapai tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi semata, maka hal
itu akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang cukup serius. Salah satu
produk dari kerusakan lingkungan itu adalah pencemaran, baik air, tanah
maupun udara.
Pencemaran air misalnya, bisa dikategorikan melalui
ukuran zat pencemar yang diizinkan dibuang pada suatu jangka waktu
tertentu. Misalnya satuan berat unsur atau senyawa kimia setiap hari.
Atau tingkat konsentrasi zat pencemar dalam air buangan. Misalnya,
maksimum ppm. unsur senyawa kimia yang diizinkan. Kemudian jumlah
maksimum yang dapat dibuang dalam setiap unit produksi. Misalnya dalam
produksi setiap ton kertas tidak diperbolehkan sekian kilogram zat padat
dan lain sebagainya. Dengan demikian, di samping perkiraan atas
pengaruh yang bersifat kimia, fisis dan biologis, maka dituntut
perkiraan mengenai biaya keseluruhan teknologi lingkungannya, usianya,
semua fasilitas yang digunakan, teknik penggunaannya, metode operasinya,
dan lain-lain.
Pencemaran lingkungan yang berdampak pada berubahnya
tatanan lingkungan karena kegiatan manusia atau oleh proses alam
berakibat lingkungan kurang berfungsi. Pencemaran berakibat kualitas
lingkungan menurun, sehingga menjadi fatal jika hal itu tak bisa
dimanfaatkan sebagaimana fungsi sebenarnya. Ini disadari, keadaan
lingkungan yang ditata sebaik-baiknya untuk menjaga kehidupan kini dan
mendatang. Perubahan ini bukannya menunjukkan perkembangan yang optimis
dan mengarah pada tuntutan zaman, namun malahan sebaliknya.
Kemunduran yang seperti itu dimulai dari sebuah
gejala pencemaran dan kerusakan lingkungan yang belum begitu nampak.
Pencemaran itu lebih banyak terjadi karena limbah pabrik yang masih
murni, dan mereka belum melalui proses waste water treament atau
pengolahan. Dampaknya pada lingkungan secara umum, jelas sangat merusak
dan berakibat fatal bagi lingkungan secara keseluruhan. Oleh karena itu
perlu adanya kesadaran bahwa setiap kegiatan pada dasarnya menimbulkan
dampak terhadap lingkungan hidup. Kita perlu memperkirakan pada
perencanaan awal suatu pembangunan yang akan kita lakukan. Sehingga
dengan cara demikian maka dapat dipersiapkan dapat dipersiapkan
pencegahan maupun penanggulangan dampak negatifnya dan mengupayakan
dalam bentuk pengembangan positif dari kegiatan pembangunan yang
dilakukan tersebut.
Kebijaksanaan lingkungan ditujukan kepada pencegahan
pencemaran. Sarana utama yang diterapkan adalah pengaturan dan instrumen
ekonomik. Sarana pengaturan sifatnya tradisional dan biasanya berupa
izin serta persyaratan pemakaian teknologi pencemaran. Instrumen
ekonomik merupakan hal yang relatif baru. Contohnya: pungutan (charges)
pencemaran udara dan air serta uang jaminan pengembalian kaleng atau
botol bekas (deposit fees). Mulanya pencemaran diakibatkan dampak
teknologi buatan manusia atau hasil produksi yang sudah tidak bisa
dimanfaatkan. Akibat pengembangan industri, sistem transportasi,
permukiman akan menimbulkan sisa buangan, gas, cair dan padat yang jika
dibuang ke lingkungan hidup akan menimbulkan dampak yang besar terhadap
kehidupan manusia.
Proses perkembangan teknologi, pembangunan dan
peningkatan populasi (jumlah banyaknya penduduk) selama dekade-dekade
terakhir mengakibatkan berlipatnya aktivitas manusia dalam upaya
pemenuhan kebutuhan pokok kehidupannya. Aktivitas manusia itu sendiri
merupakan sumber pencemaran yang sangat potensial. Di samping adanya
sumberdaya alam, alam air dan tanah, udara adalah sumberdaya alam yang
mengalami pencemaran sebagai akibat sampingan dari aktivitas manusia
itu. Selain dari aktifitas manusia, proses alami, seperti misalnya
kegiatan gunung berapi, tiupan angin terhadap lahan gundul berdebu dan
lain sebagainya juga merupakan sumber dari pencemaran udara.
Menurut sifat penyebaran bahan pencemarannya, sumber
pencemar udara dapat dikelompokkan ke dalam, sumber pencemar udara
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu sumber titik, sumber
area, sumber bergerak. Sumber titik dan area dapat dijadikan satu
kelompok, sehingga pengelompokannya menjadi dua, yakni sumber stationer
dan sumber bergerak. Termasuk ke dalam sumber stationer adalah kegiatan
rumah tangga, industri, pembakaran sampah, letusan gunung berapi.
Sedangkan sumber bergerak adalah kendaraan angkutan.
Konsentrasi bahan pencemar yang terkandung dalam
udara bebas dipengaruhi banyak faktor, yaitu konsentrasi dan volume
bahan pencemar yang dihasilkan suatu sumber, sifat khas bahan pencemar,
kondisi metereologi, klimatologi, topografi dan geografi. Sehingga
tingkat pencemara udara sangat bervariasi baik terhadap tempat maupun
waktu. Bahan pencemar udara digolongkan dalam dua golongan dasar, yaitu
partikel dan gas. Dari banyak jenis gas yang berperan dalam masalah
udara adalah SO 2, NO 2, CO, Oxidan, Hydrocarbon, NH 3 dan H2. Dalam
konsentrasi yang berlebih, gas-gas tersebut sangat berbahaya bagi
manusia dan hewan, tanaman dan material, dan berbagai gangguan lain.
Melihat kondisi pencemaran itu, adalah penting bagi kita untuk menyadari
bahwa ini ancaman yang serius bagi manusia. Karenanya pengetahuan
lingkungan perlu ditingkatkan guna mencapai kesadaran masyarakat.
Pengendalian Pencemaran
Salah satu akibat yang paling pasti dari adanya pencemaran adalah perubahan tatanan lingkungan alam atau ekosistem yang sebelumnya secara alami telah terjadi. Akibat lainnya adalah tidak atau kurang berfungsi satu atau beberapa elemen lingkungan dikarenakan kegiatan manusia yang mengakibatkan pencemaran tersebut. Akibat lain, dan ini barangkali yang paling fatal adalah, menurunnya kualitas sumberdaya dan kemudian tidak bisa dimanfaatkan lagi.
Salah satu akibat yang paling pasti dari adanya pencemaran adalah perubahan tatanan lingkungan alam atau ekosistem yang sebelumnya secara alami telah terjadi. Akibat lainnya adalah tidak atau kurang berfungsi satu atau beberapa elemen lingkungan dikarenakan kegiatan manusia yang mengakibatkan pencemaran tersebut. Akibat lain, dan ini barangkali yang paling fatal adalah, menurunnya kualitas sumberdaya dan kemudian tidak bisa dimanfaatkan lagi.
Dengan akibat-akibat seperti itu maka sudah tidak
bisa ditunda lagi bahwa pencemaran haruslah, tidak sekedar dihindari,
akan tetapi diperlukan juga tindakan-tindakan preventif atau pencegahan.
Pencegahan terhadap pencemaran merupakan upaya yang sangat besar bagi
penyelamatan masa depan bumi, air dan udara di dunia ini. Sebelumnya,
pencemaran memang sudah banyak sekali terjadi. Tidak hanya di negara
maju di mana industrialisasi sudah mencapai puncaknya, namun juga di
negara-negara yang sedang berkembang di mana proses dan praktek
industrialisasi mulai diterapkan. Dengan demikian, industrialisasi yang
tidak memenuhi standar kebijaksanaan lingkungan hidup adalah faktor
utama mengapa pencemaran terjadi.
Dengan menyadari bahwa setiap kegiatan pada dasarnya
menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, maka perlu dengan
perkiraan pada perencanaan awal, sehingga dengan cara demikian dapat
dipersiapkan langkah pencegahan maupun penanggulangan dampak negatifnya
dan mengupayakan pengembangan dampak positif dari kegiatan tersebut.
Sehubungan dengan itu, maka diperlukan analisis mengenai dampak
lingkungan sebagai proses dalam pengambilan keputusan tentang
pelaksanaan rencana kegiatan.
Pencemaran pada sungai misalnya, harus dihindari dan
dicegah karena sungai merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Terlebih lagi karena sungai adalah sumber air yang
digunakan untuk makan dan minum bagi makhluk hidup. Di samping itu,
sungai sebagai sumber air, sangat penting fungsinya dalam pemenuhan
kebutuhan masyarakat dan sebagai sarana penunjang utama dalam
pembangunan nasional. Karena itu pemerintah hendaknya memperhatikan
pelestarian sungai. Pelestarian sungai dari pencemaran meliputi
perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian atas kerusakan
dari sifat aslinya. Misalnya dengan dikeluarkannya PP No. 35 tahun 1991
tentang sungai, sebagai pelaksanaan UU No 11/1974 tentang pengairan,
maka peraturan itu bisa digunakan sebagai pedoman dalam rangka
menjalankan aktivitas yang pada akhirnya mengancam bahaya kelestarian
sungai. Hal ini berpedoman pada prinsip bahwa air dalam sungai akan bisa
menjadi sumber malapetaka.
Pencemaran akibat industri misalnya, merupakan hal
yang harus dihindari karena, baik polusi udara yang diakibatkannya
maupun buangan limbah hasil proses pengelolahan barang mentahnya sangat
berbahaya bagi makhluk hidup. Jika industrialisasi merupakan proyek
pembangunan yang tak bisa dihindari guna kemajuan manusia, maka
setidaknya harus ada landasan bagaimana industriaisasi yang tak
merugikan. Pencegahan pencemaran industri dimulai dari tahap perencanaan
pembangunan maupun pengoperasian industri. Hal tersebut meliputi
pemilihan lokasi yang dikaitkan dengan rencana tata ruang; studi yang
menyangkut pengaruh dari pemilihan industri terhadap kemungkinan
pencemaran dengan melalui prosedur AMDAL maupun ANDAL; pemilihan
teknologi yang akan digunakan dalam proses produksi; dan yang lebih
penting lagi adalah pemilihan teknologi yang tepat guna proses
pengelolahan limbah industri termasuk daur ulang dari limbah tersebut.
Hal ini penting mengingat kebutuhan kelestarian lingkungan yang ada di
sekitarnya.
Dalam UU No. 23/1997 tentang Pokok-pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPLH) pasal 14 ayat 2 dinyatakan bahwa di samping
ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup, ketentuan mengenai
pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan daya tampungnya
diatur dengan PP. Mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran,
dalam pasal 17 UULH dinyatakan bahwa: Ketentuan tentang pencegahan dan
penanggulangan perusakan dan pencemaran lingkungan hidup beserta
pengawasannya yang dilakukan secara menyeluruh dan atau secara sektoral
ditetapkan dengan Peraturan Perundangan. Dengan melihat kepedulian
pemerintah dalam hal penyelamatan lingkungan hidup, maka masyarakat pun
harus mendukung sekaligus mengontrol dari pelaksanaan berbagai kebijakan
itu. Sebab yang demikian inilah yang disebut sebagai partisipasi dari
kesadaran masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Barber, Charles Victor, Suraya Afiff, Agus Purnomo.
1997. Meluruskan Arah Pelestarian Keanekaragaman Hayati di Indonesia.
Terjemahan Marina Malik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Hardjasoemantri, Koesnadi. 2000. Hukum Tata Lingkungan. Edisi ke-7. Cetakan ke-15. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hawley, H. Amos. 1950. Human Ecology, A Theory of Community Structure. New York: The Ronald Press Company.
Metzner, Joachim dan N. Daldjoeni. (ed). 1987. Ekofarming Bertani Selaras dengan Alam. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Moran, F. Emilio. 1979. Human Adaptabilty, An Introduction to Ecological AnthropologyAn Introduction to Ecological Anthropology. Colorado: Westview Press.
Pamulardi, Bambang, S.H. 1999. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. Jakarta: Rajawali Press.
Rahardjo, Satjipto. 1987. Ilmu Hukum. Bandung: Penerbit Alumni.
Rangkuti, Siti Sundari. 2000. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. Surabaya: Airlangga University Press.
Salim, Emil, 1992. Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Gramedia.
Soejono, S.H., M.H. Hukum Lingkungan dan Peranannya dalam Pembangunan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Subagyo, P. Joko, S.H. 1999. Hukum Lingkungan, Masalah dan Penanggulangannya. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Sudjana, Eggi dan Riyanto. 1999. Penegakan Hukum Lingkungan dalam Perspektif Etika Bisnis di Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Sunggono, Bambang SH, MS. 1994. Hukum Lingkungan dan Dinamika Kependudukan. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.
Silalahi, M. Daud, Dr. 1996. Pengaturan Hukum Sumberdaya Air dan Lingkungan Hidup di Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni.
Steiner, Frederick. 2002. Human Ecology, Following Nature’s Lead. Washington-Covelo-London: Island Press.
Usman, Rachmadi. 1993. Pokok-pokok Hukum Lingkungan Nasional. Jakarta: Akapress. Hlm. 3.
Wijoyo, Suparto. 1999. Penyelesaian Sengketa Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press.
Zain, Alam Setia SH. 1997. Hukum Lingkungan: Konservasi Hutan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
_________________. 1997. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan Rakyat. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Hardjasoemantri, Koesnadi. 2000. Hukum Tata Lingkungan. Edisi ke-7. Cetakan ke-15. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hawley, H. Amos. 1950. Human Ecology, A Theory of Community Structure. New York: The Ronald Press Company.
Metzner, Joachim dan N. Daldjoeni. (ed). 1987. Ekofarming Bertani Selaras dengan Alam. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Moran, F. Emilio. 1979. Human Adaptabilty, An Introduction to Ecological AnthropologyAn Introduction to Ecological Anthropology. Colorado: Westview Press.
Pamulardi, Bambang, S.H. 1999. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. Jakarta: Rajawali Press.
Rahardjo, Satjipto. 1987. Ilmu Hukum. Bandung: Penerbit Alumni.
Rangkuti, Siti Sundari. 2000. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. Surabaya: Airlangga University Press.
Salim, Emil, 1992. Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Gramedia.
Soejono, S.H., M.H. Hukum Lingkungan dan Peranannya dalam Pembangunan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Subagyo, P. Joko, S.H. 1999. Hukum Lingkungan, Masalah dan Penanggulangannya. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Sudjana, Eggi dan Riyanto. 1999. Penegakan Hukum Lingkungan dalam Perspektif Etika Bisnis di Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Sunggono, Bambang SH, MS. 1994. Hukum Lingkungan dan Dinamika Kependudukan. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.
Silalahi, M. Daud, Dr. 1996. Pengaturan Hukum Sumberdaya Air dan Lingkungan Hidup di Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni.
Steiner, Frederick. 2002. Human Ecology, Following Nature’s Lead. Washington-Covelo-London: Island Press.
Usman, Rachmadi. 1993. Pokok-pokok Hukum Lingkungan Nasional. Jakarta: Akapress. Hlm. 3.
Wijoyo, Suparto. 1999. Penyelesaian Sengketa Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press.
Zain, Alam Setia SH. 1997. Hukum Lingkungan: Konservasi Hutan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
_________________. 1997. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan Rakyat. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
0 Coment:
Posting Komentar